Ciri-Ciri Orang Berhati Keras
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa ciri orang yang berhati keras itu
adalah tidak lagi merespon larangan dan peringatan, tidak mau memahami apa
maksud Allah dan rasul-Nya karena saking kerasnya hatinya. Sehingga tatkala setan melontarkan
bisikan-bisikannya dengan serta-merta hal itu dijadikan oleh mereka sebagai
argumen untuk mempertahankan kebatilan mereka, mereka pun menggunakannya
sebagai senjata untuk berdebat dan membangkang kepada Allah dan rasul-Nya
(lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, hal. 542)
Orang yang berhati keras itu tidak bisa memetik
pelajaran dari nasehat-nasehat yang didengarnya, tidak bisa mengambil faedah
dari ayat maupun peringatan-peringatan, tidak tertarik meskipun diberi motivasi
dan dorongan, tidak merasa takut meskipun ditakut-takuti. Inilah salah satu
bentuk hukuman terberat yang menimpa seorang hamba, yang mengakibatkan tidak
ada petunjuk dan kebaikan yang disampaikan kepadanya kecuali justru memperburuk
keadaannya (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, hal. 225).
Orang yang memiliki hati semacam ini, tidaklah dia
menambah kesungguhannya dalam menuntut ilmu melainkan hal itu semakin
mengeraskan hatinya… Wal
‘iyadzu billah (kita berlindung kepada Allah darinya)…
Maka sangat wajar, apabila sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengingatkan kita semua, “Ilmu itu bukanlah dengan banyaknya riwayat.
Akan tetapi hakekat ilmu itu adalah rasa takut.” Abdullah anak Imam Ahmad pernah bertanya kepada
bapaknya, “Apakah
Ma’ruf al-Kurkhi itu memiliki ilmu?!”.
Imam Ahmad menjawab, “Wahai
putraku, sesungguhnya dia memiliki pokok ilmu!! Yaitu rasa takut kepada Allah.” (lihat Kaifa
Tatahammasu, hal. 12).
Sebab Hati Menjadi Keras
Sebab utama hati menjadi keras adalah kemusyrikan.
Oleh sebab itu Ibnu Juraij rahimahullah menafsirkan ‘orang-orang yang berhati keras’ dalam
surat al-Hajj ayat 53 sebagai orang-orang musyrik (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/326]).
Demikian pula orang-orang yang bersikeras meninggalkan perintah-perintah Allah
dan orang-orang yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah (baca: ahlul bid’ah); mereka menyelewengkan maksud ayat-ayat agar cocok
dengan hawa nafsunya. Orang-orang seperti mereka adalah orang-orang yang
berhati keras (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, hal. 225). Selain itu, faktor
lain yang menyebabkan hati menjadi keras adalah berlebih-lebihan dalam makan,
tidur, berbicara dan bergaul (lihat al-Fawa’id,
hal. 95)
Lembut dan Kuatkan Hatimu!
Sudah semestinya seorang muslim -apalagi seorang
penuntut ilmu!- berupaya untuk memelihara keadaan hatinya agar
tidak menjadi hati yang keras membatu. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hati seorang hamba akan menjadi
sehat dan kuat apabila pemiliknya menempuh tiga tindakan:
1.
Menjaga
kekuatan hati. Kekuatan hati akan terjaga dengan iman dan wirid-wirid ketaatan.
2.
Melindunginya
dari segala gangguan/bahaya. Perkara yang membahayakan itu adalah dosa,
kemaksiatan dan segala bentuk penyimpangan.
3.
Mengeluarkan
zat-zat perusak yang mengendap di dalam dirinya. Yaitu dengan senantiasa
melakukan taubat nasuha dan istighfar untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah
dilakukannya (lihat Ighatsat
al-Lahfan, hal. 25-26)
Sungguh indah perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Setiap
hamba pasti membutuhkan waktu-waktu tertentu untuk menyendiri dalam memanjatkan
doa, berzikir, sholat, merenung, berintrospeksi diri dan memperbaiki hatinya.” (dinukil dari Kaifa Tatahammasu, hal. 13). Ibnu Taimiyah juga berkata, “Dzikir bagi hati laksana air bagi seekor
ikan. Maka apakah yang akan terjadi apabila seekor ikan telah dipisahkan dari
dalam air?” (lihat al-Wabil
ash-Shayyib). Ada seseorang yang mengadu kepada
Hasan al-Bashri, “Aku
mengadukan kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka beliau menasehatinya, “Lembutkanlah ia dengan
berdzikir.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menginginkan kejernihan
hatinya hendaknya dia lebih mengutamakan Allah daripada menuruti berbagai
keinginan hawa nafsunya. Hati yang terkungkung oleh syahwat akan terhalang dari
Allah sesuai dengan kadar kebergantungannya kepada syahwat. Hancurnya hati
disebabkan perasaan aman dari hukuman Allah dan terbuai oleh kelalaian.
Sebaliknya, hati akan menjadi baik dan kuat karena rasa takut kepada Allah dan
ketekunan berdzikir kepada-Nya.” (lihat al-Fawa’id, hal. 95)